Teladan Bunda Maria dalam Evangelisasi
ü Kerendahan Hati Bunda Maria
· Sebagai hamba Tuhan
Peran serta Bunda Maria di
awal kehidupan Kristus di
dunia diawali dengan kerendahan hatinya, saat ia mengatakan, “Sesungguhnya aku
ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).
Bunda Maria menempatkan diri sebagai hamba Tuhan, walaupun telah dipilih untuk
menjadi Bunda Putera Allah yang Mahatinggi. Bunda Maria telah terlebih dahulu
melaksanakan apa yang kemudian diajarkan oleh Tuhan Yesus, “Apabila kamu telah
melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami
adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan.” (Luk 17:10)
Pertanyaan:
- Apakah dalam setiap kehidupan
sehari-hari: di rumah, di tempat kerja, di komunitas dan paroki, kita
telah menempatkan diri sebagai hamba Allah? Apakah kita sudah menjadi
orang yang rendah hati dan tidak sombong?
- Adakah kita menghadapi tantangan ketika kita ingin meniru teladan Bunda Maria di atas? Sharingkan pengalamanmu! (Catatan: di dalam dunia sekarang ini, banyak godaan untuk menjadi self center, misalnya di dalam pekerjaan di mana kita harus bisa ‚menjual‘ atau ‚menonjolkan‘ diri kita agar kita di akui eksistensi dan prestasi kita. Apakah hal semacam ini bertentangan dengan prinsip / teladan Bunda Maria di atas?)
· Tidak minta diistimewakan
Kerendahan hati Bunda Maria juga nampak dari
kesediaannya untuk melakukan segala ketentuan yang berlaku, tanpa meminta
keistimewaan, walaupun sesungguhnya keadaannya adalah khusus dan istimewa.
Bunda Maria tetap mengikuti ketentuan Taurat Musa tentang seorang wanita yang
baru melahirkan, “Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa,
mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan” (Luk 2:22).
Menjadi permenungan bagi kita, teladan kerendahan
Bunda Maria ini. Sebab terdapat kecenderungan manusiawi bahwa seseorang yang
istimewa menuntut perlakuan istimewa. Namun di sini Bunda Maria menunjukkan
teladan yang sebaliknya. Walaupun ia telah dipilih oleh Allah Pencipta untuk
mengandung dan melahirkan Putera-Nya dengan kuasa Roh Kudus -dan karena itu ia
sesungguhnya tetap murni dan tak memerlukan pentahiran- namun Bunda Maria tetap
memenuhi ketentuan Taurat Musa, karena ia tidak menuntut perlakuan istimewa,
tidak ingin meninggikan diri ataupun menarik perhatian. Bunda Maria menempatkan
diri sebagai hamba Allah yang tersembunyi, dan tidak dikenal secara istimewa
oleh orang-orang sezamannya.
Pertanyaan:
- Apakah kita menuntut
keistimewaan ketika kita melayani?
- Apakah kita mau mengikuti aturan yang berlaku dan menjalankannya dengan sukacita? Sharingkan pengalamanmu!
· Menyimpan segala perkara dalam hati dan merenungkannya
Selain dari tidak menuntut perlakukan istimewa, teladan
kerendahan hati Bunda Maria nampak dari kesederhanaannya dan kesediaannya untuk
menyimpan segala perkara di dalam hatinya. “Tetapi Maria menyimpan segala
perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19,51). Di dalam proses
menyimpan di dalam hati inilah, kita melihat bahwa Bunda Maria menerima segala
perkara yang terjadi dalam kehidupannya dan merenungkan maknanya. Bunda Maria
menerima keadaannya yang sederhana dan miskin, tak mengeluh saat harus
melahirkan di kandang yang hina dan ditolak oleh sanak saudaranya.
Namun ia juga mengalami penghiburan dari Tuhan, saat
para gembala dan orang majus menyembah Putera-nya dan para malaikat menyanyikan
kidung pujian bagi-Nya. Saat mempersembahkan Yesus di bait Allah, Bunda Maria
merenungkan nubuat Simeon, bahwa kelak pedang akan menembus jiwanya.
Bersama Yusuf suaminya, Bunda Maria harus mengungsi ke
tanah Mesir dengan membawa bayi Yesus. Sekembalinya dari tanah Mesir, mereka
hidup sebagai keluarga kecil dan sederhana di Nazaret.
Bunda Maria juga mengalami kekhawatiran luar biasa saat kehilangan Yesus di bait Allah saat Ia berumur 12 tahun, dan mungkin juga keterkejutan ketika menemukan-Nya, Yesus malah berkata bahwa Ia harus selalu berada dalam rumah Bapa-Nya, dan dengan demikian mengatakan bahwa bait Allah itulah rumah-Nya yang sesungguhnya. Namun di antara semua pengalaman hidupnya, Bunda Maria selalu menyimpannya di dalam hati dan merenungkannya. Ia menghayatinya bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan bagian dari rencana Allah yang terbesar, dan ia menyediakan dirinya untuk mengambil bagian dalam rencana Allah itu.
Pertanyaan:
Apakah kita juga menyimpan di dalam hati dan merenungkan segala hal yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita? Maukah kita menerima ajaran iman kita: belajar dan merenungkan misteri iman Katolik dan mengambil bagian di dalamnya?
· Menghantar sesama kepada Kristus
Akhirnya, kerendahan hati Bunda Maria juga ditunjukkan
dengan bagaimana ia mengarahkan sesamanya kepada Kristus. Dalam pesta
perkawinan di Kana, saat ia mengetahui bahwa tuan rumah kehabisan anggur, ia
berkata kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh
2:5).
Bunda Maria tidak mengarahkan perhatian orang kepada
dirinya yang menemukan keadaan kekurangan itu, tetapi mengarahkan perhatian
kepada Puteranya. Bunda Maria menyadari sepenuhnya bahwa ia adalah seorang
hamba Tuhan, dan tugasnya adalah menyampaikan kebutuhan sesamanya kepada
Puteranya, yang dapat melakukan segala sesuatu.
Dalam kerendahan hati, Bunda Maria mengandalkan Tuhan
Yesus, dan ia percaya bahwa Puteranya itu mampu menolong mereka yang sedang
berkekurangan itu. Dan mukjizat Tuhan diperoleh dengan diikutinya perintah
Yesus, dan Ia mengubah air yang telah ditempatkan di tempayan-tempayan itu
menjadi anggur. Dan dengan demikian Kristus menyatakan kemuliaan-Nya dan
murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.
Pertanyaan:
Mari kita merenungkan
dalam keseharian kita, apakah kita sudah membawa sesama kita kepada Kristus?
Atau malah sebaliknya, kita sering mencari pujian dan perhatian kepada diri
kita sendiri? Apakah kita telah melayani Tuhan dengan motivasi untuk memuliakan
Tuhan?
· Totalitas Bunda Maria
Dengan kesediaannya menjadi ibu yang mengandung,
melahirkan Kristus dan membesarkan-Nya, Bunda Maria mempersembahkan seluruh
hidup-Nya kepada rencana Allah. Ia selalu menyertai Kristus, sejak
kelahiran-Nya sampai wafat-Nya. “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya …” (Yoh
19:25).
Bunda Maria tetap setia menyertai Kristus saat hampir
semua murid-Nya meninggalkan Dia, ketika Ia diperlakukan sebagai penjahat dan
dijatuhi hukuman mati, padahal Ia sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun.
Bunda Maria tetap percaya bahwa Puteranya tidak seperti yang dituduhkan.
Bunda Maria tetap percaya akan janji Tuhan meskipun ia
melihat seolah kebalikan dari apa yang dikatakan oleh malaikat itu kepadanya.
Di kaki salib itu, Bunda Maria mempersembahkan segalanya -termasuk Puteranya-
kepada Allah Bapa.
Pertanyaan
dan permenungan:
Penyerahan total Bunda Maria kepada rencana Allah, membuat kita memeriksa batin: “Tetap setiakah aku kepada Kristus, terutama di saat-saat sulit dalam hidupku? Di saat segala sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan harapanku, apakah aku tetap percaya akan janji Tuhan bahwa ia akan memberikan yang terbaik kepadaku? Apakah aku telah mempersembahkan diriku seluruhnya kepada Tuhan?”
ü Bunda Maria, Teladan Evangelisasi, Tuntunlah Kami Kepada Kristus
Oleh ketaatannya, rencana keselamatan Allah dapat
terlaksana. Bunda Maria lah yang telah mengalami Kristus, mengikuti-Nya sebagai
murid-Nya yang pertama, dan yang membagikan Kristus kepada dunia, sehingga
dunia dapat percaya dan datang kepada Kristus.
Dengan kerendahan hati dan pemberian diri yang total,
Bunda Maria telah turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
Kita masing-masing pun dipanggil untuk mengambil
bagian dalam karya keselamatan Allah itu, yaitu agar kita mengalami Kristus,
mengikuti Dia dan membagikan-Nya kepada sesama, agar semakin bayak orang
percaya, mengenal Kristus dan mengasihi Dia. Semoga Tuhan Yesus membantu kita,
agar kita dapat melakukannya dengan cara kita masing-masing.
Komentar
Posting Komentar