Gereja yang Mewartakan Kabar Gembira
Dalam diri Yesus dari Nasaret, sabda Allah tampak secara konkret manusiawi. Penampakan itu merupakan puncak seluruh sejarah pewahyuan sabda Allah. Tetapi oleh karena sabda itu sudah menjelmakan diri dalam sejarah dan tidak dapat tinggal dalam sejarah untuk selamanya, maka untuk mempertahankan hasilnya bagi semua orang, sabda itu harus menciptakan bentuk-bentuk lain, yang di dalamnya sabda itu dapat hadir dan berbicara.
Ada tiga bentuk sabda Allah dalam
Gereja, yaitu:
1.
Sabda/pewartaan
para rasul sebagai daya yang membangun Gereja.
2.
Sabda Allah
dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.
3. Sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.
Tiga bentuk pewartaan tersebut di
atas saling berhubungan satu sama lain. Pewartaan aktual Gereja masa kini
berdasarkan dan merupakan kesinambungan dari pewartaan para rasul dan pewartaan
Kitab Suci yang diwariskan kepada kita. Ada perbedaan
antara sabda Allah dalam ajaran para rasul dan Alkitab dan sabda Allah dalam
pewartaan aktual Gereja. Oleh karena wahyu selesai dengan kematian para rasul,
maka dasar normatif juga sudah diletakkan. Segala pewartaan selanjutnya
tergantung pada norma itu. Tugas pewartaan tidak lain adalah mengaktualisasi
apa yang disampaikan Allah dalam Kristus sebagaimana diwartakan para rasul.
Dengan demikian, sabda Allah sungguh
datang kepada manusia dan menyelamatkan mereka yang mendengarkan dan melaksanakan
pewartaan Gereja. Pewartaan sabda Allah oleh Gereja bukan hanya sekedar
informasi mengenai Allah dan Yesus Kristus, melainkan sungguh-sungguh
menghadirkan Kristus yang mulia. Di dalamnya Kristus menyelamatkan,
menyembuhkan hati dari setiap orang yang mendengar dan membuka diri terhadap
sabda yang disampaikan itu. Kristus membebaskan kita dari dosa melalui
sabda-Nya. Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya secara verbal
melalui ka¬ta-kata (kerygma), tetapi juga dengan tindakan (martyria).
Pola pewartaan itu adalahPewartaan
verbal (kerygma)
Pewartaan verbal pada dasarnya merupakan tugas hierarki, tetapi para awam diharapkan untuk berpartisipasi dalam tugas ini, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, dsb. Bentuk-bentuk pewartaan masa kini, antar lain:
ü Kotbah atau Homili: Kotbah adalah
pewartaan tematis. Homili adalah pewartaan yang berdasarkan suatu perikope
Kitab Suci. Kedua-duanya merupakan pewartaan dari mimbar. Kotbah dan homili
yang baik harus menyapa manusia. Walaupun secara lahiriah terjadi komunikasi
satu arah, tetapi kotbah yang baik harus dapat menciptakan komunikasi dua arah
secara batiniah.
ü Pelajaran agama: Dalam pelajaran
agama diharapkan para guru agama mendampingi para siswa untuk menemukan makna
hidupnya dalam terang Kitab Suci dan ajaran Gereja. Pelajaran agama adalah
proses pergumulan hidup nyata dalam terang iman.
ü Katekese Umat: Katekese umat adalah
kegiatan suatu kelompok umat, dimana mereka aktif berkomunikasi untuk
menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil, yang diharapkan berkelanjutan
dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah
yang lebih baik
ü Pendalaman Kitab Suci, dsb. Pendalaman Kitab Suci dapat dilakukan dalam keluarga, kelompok, atau pada kesempatan-kesempatam khusus seperti pada masa Prapaskah (APP), masa Adven, dan pada bulan Kitab Suci (September).
Dua tuntutan
dalam Pewartaan. Tugas pewartaan mengaktualisasi sabda Tuhan yang disampaikan
dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi
sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Ada dua
tuntutan pewartaan , yaitu:
a. Mendalami dan menghayati sabda Tuhan
Pengenalan dan penghayatan yang
diwartakan adalah sabda Allah. Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan
baik, jika ia sendiri tidak mengenal dan menghayatinya. Oleh sebab itu, kita
hendaknya cukup mengenal, mengetahui, dan menghayati isi Kitab Suci,
ajaran-ajaran resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi Gereja, baik Gereja
universal maupun Gereja lokal. Kita hendaknya senantiasa membekali diri dengan
berbagai bacaan, penataran, dan macam-macam pembekalan lainnya.
b. Mengenal umat/masyarakat konteksnya
Pengenalan latar belakang dari
orang-orang yang kepadanya sabda Allah akan disampaikan tentu sangat penting.
Kita harus mengenal jiwa dan budaya mereka. Dengan kata lain, pewartaan kita
harus sungguh menyapa para pendengarnya, harus inkulturatif. Karena itu,
pengenalan dan kepekaan terhadap lingkup budaya seseorang atau masyarakat
sangat dibutuhkan. Pengenalan akan lingkup budaya dapat kita timba dari
berbagai bacaan dan keterlibatan kita yang utuh kepada manusia dan budayanya.
Kita hendaknya “menyatu dengan mereka yang kepadanya kita akan mewartakan kabar
gembira itu”
v MAGISTERIUM DAN PARA PEWARTA SABDA
Ø Magisterium atau wewenang mengajar
Di dalam
Gereja ada istilah yang berkaitan dengan tugas pewartaan, yaitu magisterium.
Kata ini dapat diterjemahkan dengan wewenang mengajar. Magisterium adalah kuasa
mengajar dalam Gereja. Umat Allah hanya dapat menjalankan tugas kenabiannya
dalam kepatuhan kepada pimpinan Gereja, sebab pimpinan Gereja inilah yang
disebut magisterium. Namun, “wewenang mengajar” tidak bearti bahwa dalam
pewartaan hanya hierarki yang aktif,sedangkan yang lain tinggal menerima dengan
pasif. Dalam pewartaan, hierarki bertugas menjaga kesatuan iman dan ajaran.
Menjaga kesatuan iman dan ajaran tidak bearti indoktrinasi, melainkan
konsultasi.
Hierarki
adalah pengajar otentik (yang mengemban kewibawaan Kristus) tentang perkara
iman dan kesusilaan; mereka memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat. Ciri
tidak dapat sesat itu atas kehendak Penebus Ilahi dimiliki oleh Gereja-Nya
dalam menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan ada pada imam agung di
Roma, kepala Dewan Para Uskup, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap
umat beriman, menetapkan ajaran iman atau kesusilaan dengan tindakan defenitif.
Sifat tidak dapat sesat itu ada pula pada badan para uskup, bila mereka
melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus.
Untuk itu
ada empat syarat yang harus dipenuhi, yakni:
ü Ajaran itu harus menyangkut iman dan
kesusilaan
ü Ajaran itu harus bersifat ajaran
otentik, artinya jelas dikemukakan dengan kewibawaan Kristus
ü Ajaran itu dinyatakan dengan tegas atau
definitif (tidak dapat diganggu gugat)
ü Disepakati bersama (sejauh hal ini menyangkut pernyataan para uskup sebagai dewan).
Ø Para pewarta Sabda
Tugas pewarta itu tidak ringan. Sama seperti para nabi dan Kristus sendiri, tugas mendirikan umat Kristen meminta seluruh eksistensi si pewarta. Sebagai pewarta tentang Yesus ia harus mengambil bagian dalam nasib Yesus. “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor 4:10). Jadi, harus ada penyesuaian eksistensi antara pewarta dan Dia yang diwartakan. Dalam penyesuaian itu, Kristus dan sabda Allah dimaklumkan dengan perkataan dan seluruh eksistensi pewarta.
Menjadi pewarta meupakan satu
panggilan. Oleh karena itu, seorang pewarta harus:
ü Dekat dengan yang diwartakannya
ü Menjadi senasib dengan yang
diwartakannya
ü Berani menanggung derita seperti
yang diwartakannya
ü Siap untuk diutus dan “diserahkan”
kepada umat yang mendengar pewartaanny.
ü Memiliki komitmen utuh kepada umat.
Kita semua harus menjadi pewarta
sabda. Karena sakramen baptis dan pengurapan, kita menjadi anggota Gereja dan
sekaligus terlibat dalam misi Gereja. Salah satu misi Gereja yang paling
penting adalah mewartakan sabda Allah. Mereka yang secara khusus melibatkan
diri secara agak penuh ke dalam tugas pewartaan ini adalah: Para Pengkotbah,
para Katekis, para Guru Agama.
Komentar
Posting Komentar