“PASKAH: MEWARTAKAN APA YANG DILIHAT”

 Catatan awal

Dengan sangat sulit, beberapa umat melatih menyanyikan Passio Tuhan Yesus pada hari Jumat Agung.  Sangat sulit bagi mereka untuk membidik harga nada pada bari-baris kalimat Kisah Sengsara itu. Ada yang menyerah, sudahlah! Tapi ada yang masih terus berusaha dan akhirnya bisa tampil. Ada satu pernyataan dari mereka yang membuat saya terkesima: “Mari kita lihat apa yang timbul di hatikita saat menyanyikannya dan kita katakan.” Mengatakan apa yang dilihat.

A.     Paskah Penuh dengan Misteri

Saya kira kita semua setuju bahwa tidak semua misteri Paskah itu kita pahami. Dalam Perjanjian Lama, Paskah itu berkaitan erat dengan penyucian diri. Relasi yang telah rusak karena ketidak-taatan kepada Janji Allah, diperbaharui dengan sikap tobat dan korban sembelihan (bd. Kel 12). Paskah itu khus bagi orang Israel karena terkait dengan Janji (Kel 12: 43). Maka Paskah itu terkait dengan upaya penegakan kembalinya hukum. Nuansa solidaritasnya masih sangat kurang ditekankan. 

Dalam Perjanjian Baru, Paskah berorientasi pada relasi sosial. Tangan Yesus yang terentang lebar merupakan simbolisasi untuk merangkul seluruh semesta raya ini agar selamat. Yesaya menggambarkan Yesus yang bagai domba dituntun ke tempat pembataian; tidak melawan, tidak menyangkal. Penyaliban itu merupakan rangkuman akan seluruh sabda cinta kasihNya. Dalam perjalanan salib itu, Yesus beberapa kali menunjukan bahwa bukan meratapi sengansaraNya saja yang terpenting. Tetapi memberi teladan yang baik bagi sesama, kepada keluarga, kepada anak-anak, dst (Jalan Salib Perhentian VIII). Kekudusan diri itu berarti membuka diri bagi dunia terutama bagi mereka yang menderita. Paskah itu bukanlah sebuah perayaan saja tetapi sebuah pelayanan baru yang bersifat universal.

B.     Evangelisasi: Mewartakan Apa Yang Dilihat

Paskah tahun 2021 ini merupakan Paskah yang ke III yang saya alami di Tanah Karo ini. Tentu saja selau saja ada permenungan yang sangat menarik dan selalu ada yang baru. Permenungan saya dalam Paskah Tahun ini adalah dinamika pengalaman Paskah dan tugas pewartaan Sabda. Teinspirasi dari sikap para wanita, Maria Magdalena dan teman-temannya yang selalu ada di setiap peristiwa dalam kisah sengsara Tuhan Yesus. Yesus tidak memperlihatkan apapun kepada mereka, hanya sebuah “kekosongan”. Tetapi justrus dalam “kekosongan” itu mereka telam melihat segalanya. Merekalah saksi kematian Yesus di Salib. Merekalah yang merempahi Yesus. Merekalah yang pagi-pagi pergi ke Makam dan menemukan batu penutup makam sudah bergeser, makam kosong. Lalu mereka berlari ke rumah dimana para RasulNya berkumpul. Mereka mewartakan apa yang mereka lihat. Para Rasul mendengar dan lalu berlari ke makam Yesus. Kisah Pewartaan ini membangkitkan semangat dalam diri para Rasul. Setelah mendengar pewartaan para wanita itu, pergilah para Rasul untuk mewartakan apa yang mereka sendiri lihat: “Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” (Kisah Para Rasul 4:20).

Secara pribadi, saya sangat tertarik dengan ungkapan Petrus ini: Tidak mungkin untuk diam saja. Maka, setiap orang beriman harus berbicara (mengajar dan menjadi teladan). Dalam gereja ada banyak kesempatan untuk berbicara: dengan menjadi pengurus, dengan mengikuti setiap Pertemuan dan Pendalaman Iman, dll.

Kemampuan berbicara perlu dilatih sehingga maksud baik dan watra sukacita itu menjadi sungguh-sungguh berita gembira bagi dunia. Seseorang bisa berbicara dengan baik tentang Allah kalau ada pengalaman tentang Allah: membaca, merenungkan Sabda Allah, seperti Maria Magdalena. Pengalaman dalam PJJ, misalnya, mestinya menumbuhkan pengalaman akan Allah bagi semua. Maka PJJ itu dibuat semenarik mungkin sehingga ada “perjumpaan dengan Allah” dalam kebersamaan itu.

C.     Bertumbuh dalam Kristus, Berbuah dalam Hidup

Medan pastoral di Lauu Baleng memang sangat menantang dalam berbagai aspeknya. Maka dari Stasi ke Stasi kujalani kunjunganku. Khorbahku kuteruskan dalam kunjungan. Dalam kunjungan itu kuuatkan katekese-katekese singkat. Secara tetap dan secara konsisten saya memberikan peneguhan kepada umat. Bahkan sampai ke ladang umat, kujumpai mereka dan bekerja bersama mereka walau sesaat saja. Saya mencoba meneruskan seruan Paskah Paus Fransiskus tahun ini yakni “Membaharui diri dalam Tuhan dan dalam cinta kasih”. Bagiku, pengalaman Paska adalah kesempatan untuk semakin bertumbuh dalam Kristus dan melahirkan perbuatan-perbuatan baik dan kreatif. Terutama dalam situasi wabah Corona ini, sekiranya evangelisasi semakin digiatkan sehingga optimisme iman membantu sesama untuk keluar dari tekanan hidup karena berbagai pembatasan sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Langkah Evangelisasi

BAB II EVANGELISASI

BAB I ORIENTASI KEP DAN INTRODUKSI