Mengembangkan Misi Evangelisasi Melalui Inkulturasi dalam Perayan Ekaristi (Part 1)

 

Manusia dalam masyarkat tentu hidup dalam suatu budaya dengan adat,istiadat,dan unsur-unsur lainya.  Maka para utusan (misionaris) yang  melaksankan tugas pewartaan Injil (berevangelisasi) perlu memperhatikan unsur-unsur budaya setiap masyarkat dan bangsanya. Usaha untuk mengakarkan nilai-nilai injil dalam suatu budaya itulah yang disebut ikulturasi. Segi-segi budaya yang baik, luhur dan mulia bisa memperkaya nilai-nilai Injil dan nilai-nilai Injil juga bisa bersifat kritis atas unsur-unsur budaya yang ada dalam suku, masyarakat dan bangsa. Sepanjang sejarah, Gereja tidak pernah lepas dari pergumulan dengan budaya, dan telah menjadi  nyata bahwa ada pengaruh yang besar dari budaya kepada Gereja dan sebliknya. Para pengikut Kristus yang menjadi Umat Allah di dalam Gereja-Nya berasal dari bermacam suku,budaya, dan pandangan hidup. Menyadari keadaan bermacam-macam dikalangan umat itu, Gereja berusaha untuk mangakarkan iman dan nilai-nilai Injil dan suatu budaya yang istilahkan dengan ikulturasi. Pada bidang liturgi, inkulturasi bisa masuk melalui perayaan sakramen dan sakramentali. Ada sekian banyak ungkapan dan perwujudan inkulturasi itu, sehingga Gereja diperkaya oleh unsur-unsur budaya setempat. Pewartaan Injil Evangelisasi,melalui berbagai kegiatan misinya memang memerlukan metode yang tidak bisa dilepaskan dari ajaran Gereja, anjuran apostolik dan macam-macama penafsiran teologi yang menyertainya. Evangelisasi diarahkan untuk menanamkan peasn-pesan Injil dan nilai-nilai  Kristiani yang diimani oleh para pengikut Kristus. Dalam menjalankan misinya itulah tanda-tanda jaman perlu ditimbangkan sebagai faktor yang bermanfaat untuk mencapai tujuan kerya keselamatan Allah. Tentu ada sekian masalah dan persoalan yang  perlu diolah baik oleh umat sendiri maupun oleh petugas pastoral baik non-tertabis maupun  yang tertabis beserta seluruh jajaran hirarkinya.

Kerjasama semua pihak yang terlibat dalam usaha  pewartaan Gereja diperlukan, karena semua itu bisa saling melengkapi agar Gereja berkembang sampai keujung bumi. Pada akhirnya perlu juga umat mmemiliki gambaran tentang wajah Gereja yang misioner di Indonesia yang bersifat pluralis dan dinamis. Dalam tulisan ini memberi pemaparan yang diharapakan bisa memberi wawasan yang memadai untuk memahami hidup menggereja seperti yang hidupi sekarang.

 

Ø Inkulturasi Satu Iman Dalam Berbagai Uangkapan dan Perwujudan

 

Dunia modern dengan segala kemudahan semakin memungkinkan orang bertemu dan berkomunikasi satu sama yang lain secara lebih leluasa. Hal ini mengakibatkan menculnys kesadran bahwa ternyata disekitar kita da banyak unsur dari berbagai suku,bangasa dan kebudayaan terjalib satu sama lain. Dalam merayakan iman dan dalam menjalankan  kegiatan sehari-hari  sebagai pewujudan iman, “kita ditantang untuk semakin menghidupi iman secara lebih tepat dan cocok sesuai dengan unsur-unsur yang dimiliki oleh kehidupan berbudaya kita”.Untuk memperlihatkan keseimbangan di antara adaptasi kepada kebutuhuhan  setempat dan kesetian pada identitas Kristiani, dan antara keanekaan dan kesatuan ternyata tidak mudah dicapai. Padahal ini dapat dinyatakan bahwa suatu kenyataan dalam ini merupakan tuntutan yang berlawanan karena inkarnasi iman yang efektif dan cocok didalam tiap-tiap budaya. Himbauan dari Paus Yohanes Paulus II : Catechesi tradende menegaskan bahwa katekese dan evangelisasi pada umumnya diarahkan untuk membawa inti warta Injil kedalamnya hati setiap kebudayaan dan kepada semua kebudayaan-kebudayaan. Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi sudah menyatakan bahwa Gereja-Gereja yang dibangun bukan hanya orang-orang (Umat) tetapi juga aspirasi-aspirasi kekayaan dan pembatasan, cara-cara berdoa, cara mengasihi cara melihat hidup dan dunia yang membedakannya dari hal ini adalah salah satu mempunyai tugas mengasimilasikan hakekat pesan dari Injil dan menyampaikannya. (bdk EN 63). Tugas inkulturasi harus dilaksanakan sepenuhnya di dalam liturgi, di dalam refleksi teologi didalam stuktur  gerejawi dan di dalam bidang katekese. Maka dari itu Gereja sanggat mendukung adanya katekese dan kebudayaan yang saling terkaitan dan saling tergantung dan berhubungan untuk melancarkan proses jalannya inkulturasi iman. Pembangunan Gereja dibangun untuk menemukan unsur-unsur  kebudayaan dan evangelisasi bisa mengembangkan misinya melalui inkulturasi dapat diterima dan berintegrasikan kedalam uangkapan dan perwujudan Iman.

Gereja ini kiranya tidak usah putususah menjadikan umat putus asa, malah sebaliknya dapat memberi dorongan segar untuk menumbuhkan semangat misiinais didalam setiap keluarga kristiani Indonesia. Memang tugas perutusan Gereja, yang biasa disebut misi dan Evangelisasi, kini harus semakin digalakan. Paulus Yohanes Paulus II dalam amanatanya di Haiti pada tahun 1983 mengungkapakan dengan istilah evengelisasi baru. Kebaharuan evangelisasi itu diharapakan terwujud dalam semangat,metode dan pengungkapnya. Setiapa orang kristiani kaerna dibaptisnya bertanggung jawab dan kewajiban untuk melaksanakan tugas perutusan tersebut. Untuk melibantakn keseimbangan dianatara adapatsi kepada kebutuhan setempat dan kesetiaan pada identitas Kristiani, dan antara keanekaan dan kesatuan ternyata tidak mudah dicapai. Pada hal dalam kenyataannya keduanya bukan merupakan yuntutan yang berlawan, karena inkarnasi iman yang efektif dan cocok di dalam tiap kebudayaan akan ditemukan secara lebih aman dan lebih baik bila ada kesadaran akan persekutuan universal kuat dan meyakinkan.

Himbauan dari Paus Yohanes Paulus II : Menegaskan bahwa katekese dan evangelisasi pada umunya diarahkan untuk membawa inti pewartaan Injil kedalam hati setiap kebudayaan dan kepada semua kebudayaan-kebudayaan (nr 53). Walaupun demikian Gereja yang universaldalam praktek nya menjelma di dalam Gereja-Gereja setempat yang berdiri dari umat manusia tertentu, yang berbicara dengan bahsa manusia tertentu, pewarisan dari suatu budaya tertentu. Gereja setempat memiliki pandangan memiliki suatu sejarah dimasa lampau, bagian lapisan tetentu mengenai dunia, dan umat manusia tertentu. Menurut gamabran ini, masing-masing Gereja terdiri dari jemaat yang meluaskan melampaui batas-batas lokal atau keungkupan. Dan apa yang perlu ditekan disini adalah tugas mendasarkan bagi Gereja-Gereja sebagai pelaku inkulturasi. Hal ini di mungkinkan karena hubungan khas mereka dapat memperkaya satu sama lain dalam hidup menggereja.

Paus Paulus Vi dalam Evangelisasi Nuntiandi sudah  Menyatakan antara manusia lain bahwa Gereja-Gereja setempat, secara mendalam dibangun bukan hanya oleh orsng-orsng tetapi juga oleh aspirasi-aspiras, kekayaan dan pembatasan, cara-cara berdoa, cara mengasihi, cara melihat hidup dan dunia, yang membedakannya dari kelompok yang ini atau yang lai, mempunyai tugas mengasimilasikan hakekat pesan Injil dan menyampaikannya tanpa menghianati sedikit pun juga kebenaran yang hakiki di dalam bahsa yang di pahamai oleh orang-orang tetentu ini dan menyampaikannya didalam bahasa terebut (bdk. EN 63). Tugas inkulturasiharus dilaksanakan sepenuhnya didalam Liturgi di dalam refleksiteologi di dalam stuktur gereja dan di dalam bidang katekese. Mka dari itu Gereja memandang bahwa katekse dan kebudayaan saling terkaitan dan saling tergantung dari dalam untuk mewujudakan proses inkulturasi Iman. Pembangunan Gereja di mungkinksn ksrena unsur-unsur kebudayaan setempat dmanfaatkan, diterima dan diinterasikan kedalam ungkapan dan perwujudan Iman Umat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Langkah Evangelisasi

BAB II EVANGELISASI

BAB I ORIENTASI KEP DAN INTRODUKSI